Kenaikan Harga Bawang
Harga bawang merah melonjak di sejumlah pasar tradisional di seluruh Indonesia. Di Cirebon harga bawang melonjak akibat kekurangan persediaan dari petani karena musim tanam bulan Januari hingga Maret menurun. Harga bawang merah tingkat petani kini mencapai Rp 35 ribu per kilogram, untuk eceran bisa tembus Rp 45 ribu per kilogram, tapi harga mahal petani belum panen diperkirakan produksi meningkat bulan April 2013.
Kini, harga bawang merah melambung hingga tembus Rp 44 ribu per kilogram, sebelumnya saat petani panen musim hujan hanya dijual Rp 12 ribu per kilogram. Hal serupa dikeluhkan petani bawang merah di Losari Kabupaten Cirebon, yang tidak menikmati mahalnya harga bawang, karena telah panen lebih dulu dua minggu lalu saat itu harganya Rp 12 ribu per kilogram. ( Republika Online 18/03/2013)
Bagi petani bawang merah di Cirebon, mahalnya harga bawang tersebut, akan menyulitkan mereka untuk pembelian bibit, kini sudah mencapai Rp 25 ribu per kilogram.
Di Ambon, harga bawang putih di sejumlah pasar naik dari Rp 32.000 menjadi Rp 40.000 per kg sementara harga bawang merah naik dari Rp 28.000 menjadi Rp 32.000 per kg karena hambatan distribusi komoditas tersebut. bawang merah yang dijual didatangkan dari Surabaya oleh sejumlah distributor. Karena itu jika terjadi perubahan harga di tingkat distributor, akan berdampak ke pedagang eceran. Biasanya para pedagang membeli langsung dari distributor tapi saat ini terpaksa harus beralih ke pihak lain karena kiriman dari Pulau Jawa belum sampai di Kota Ambon sehingga stok di distributor pun kosong.
Mengapa Harga Bawang Sekarang Melambung Harganya ?
Kondisi ini membuat para ibu rumah tangga resah, menjerit dan menangis dengan kenaikan harga bawang yang sangat mahal, apalagi bawang merupakan bahan utama pembuat bumbu masakan. Kalau sudah begini, terpaksa para ibu harus mengatur siasat agar tetap hemat dan dapur terus ngepul.
Hal yang sama dirasakan pemilik warung, mereka pun resah dengan lonjakan harga tersebut.Bagi pemilik warung harga bumbu dapur melejit, tapi tidak semudah itu menaikkan harga menu warungnya. Masalahnya jika dinaikkan, pelanggan akan kabur karena tidak sanggup untuk membeli.
Para pedagang bawang, juga mengeluhkan kelangkaan bawang putih dan bawang merah. Apalagi, hampir setiap hari harga dua komoditas pertanian tersebut telah melonjak naik, sehingga menurunkan omzet pedagang.
Krisis bawang yang terjadi sekarang setidaknya ada beberapa hal yang perlu kita cermati, di antaranya :
Pertama, Sistem yang digunakan saat ini yaitu demokrasi tidak berpihak pada kesejahteraan perempuan, hingga masalah dapur harus dipertaruhkan. Kesalahan kebijakan dan berbelitnya aturan main yang dibuat pemerintah dalam memenuhi kebutuhan harian masyarakat. Ini bisa terlihat dari Kementerian Pertanian selama ini selalu terlambat mengeluarkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Akibatnya pasar sempat mengalami kekosongan stock.
Kementerian Pertanian karena berlarut-larut mengeluarkan RIPH. Tujuan RIPH sebetulnya untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga, tapi malahan yang terjadi sebaliknya, Keterlambatan Kementan mengeluarkan RIPH berakibat pada macetnya pasokan dan harga pun membumbung.
Kedua, Pertaruhan perkara dapur dalam percaturan politik membuktikan bahwa dari sisi ekonomi, belum ada jaminan ‘keamanan’ anggaran belanja rumah tangga. Para elit politik hanya mementingkan kepentingan pihak-pihak tertentu dan golongannya saja, walhasil rakyat yang menderita. Dan masalah yang terjadi tidak di selesaikan dengan tuntas sehingga berulangkali terjadi.
Ketiga, Perbaikan dan penggantian sistem ekonomi rakyat Indonesia menjadi sistem ekonomi yang menyejahterakan, yaitu dengan Islam. Karena jelas dalam sistem ekonomi demokrasi, asap dapur justru belum tentu akan terus mengepul. Model pembangunan yang diterapkan di Indonesia, sesungguhnya lebih banyak membebek pada arahan yang telah diberikan oleh Barat. Dengan model pembangunan ekonomi seperti itu, jutru telah menyebabkan Indonesia semakin terjebak dalam perangkap “penjajahan” Barat. Model pembangunan Indonesia tidak pernah membuat bangsa Indonesia menjadi negara yang mandiri, kuat dan berdaulat secara ekonomi. Sebaliknya, justru telah menjadikan Indonesia menjadi negara yang semakin bergantung pada Barat, baik dalam bidang teknologi maupun dalam bidang ekonomi.